Jumat, 26 Maret 2010

model von thunenh

Model von thunenh
Johann Heinrich Von Thunen seorang ekonom dan tuan tanah di Jerman menulis buku berjudul Der Isolierte Staat in Beziehung suf Land Wirtschaft pada tahun 1826. Ia mengupas tentang perbedaan lokasi dan berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa tanah (pertimbangan ekonomi). Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Isolated State in Relation to Agriculture oleh Peter Hall yang diterbitkan pada tahun 1966 di London. Dalam model tersebut,Von Thunen membuat asumsi sebagai berikut:
1. Wilayah analisis bersifat terisolir (isolated state) sehingga tidak terdapat pengaruh pasar dari kota lain.
2. Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah (pusat pasar) dan makin kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah.
3. Seluruh wilayah model memiliki iklim, tanah, dan topografi yang seragam.
4. Fasilitas pengankutan adalah primitif (sesuai pada zamannya) dan relatif seragam. Ongkos ditentukan oleh berat barang pyang dibawa.
5. Kecuali perbedaan jarak pasar, semua faktor alamiah yang memengaruhi penggunaan tanah adalah seragam dan konstan.
Berdasarkan asumsi di atas Von Thunen membuat kurva hubungan sewa tanah dengan jarak ke pasar sebagai berikut:









Gambar kurva perbedaan sewa tanah sesuai dengan perbedaan jarak ke pasar
Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat sewa tanah adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa tanah. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa tanah, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Selain itu, masing-masing jenis kegiatan/produksi memiliki kurva permintaan atas tanah berupa indefferent curve yang menggambarkan hubungan antara sewa tanah dan jarak dari pasar. Kemiringan kurva berbeda antara satu jenis kegiatan/produksi dengan kegiatan/produksi lainnya. Ada kurva yang menurun tajam, agak tajam, agak landai, dan landai. Misalnya, ada dua jenis kegiatan A dan B yang masing-masing memiliki kurva indefferent dengan kelandaian pberbeda seperti berikut.










Gambar perbedaan kurva sewa tanah untuk kegiatan yang berbeda
 Kurva A menggambarkan kurva permintaan tanah (sewa tanah)untuk kegiatan A, sedangkan kurva B menggambarkan kurva permintaan tanah (sewa tanah) untuk kegiatan B. Kegiatan A bersifat indefferent pada permintaan tanah tersebut. Artinya, bagi mereka adalah sama saja berlokasi di titik manapun pada cakupan kurva tersebut, setelah membandingkan antara sewa tanah dengan jauhnya lokasi ke pasar yang berbanding terbalik. Karena perbedaan kurva permintaan antara kegiatan A dengan kegiatan B maka sampai jarak T akan dimenangkan oleh kegiatan A, sedangkan setelah titik T dimenangkan oleh kegiatan B. Analisis seperti ini dapat dilanjutkan sampai suatu pola penggunaan tanah berupa diagram cincin pada waktu itu adalah sebagai.








diagram cincin dari Von Thunen
penggunaan tanah saat ini tidak lagi berkelompok persis seperti cincin dan isi masing-masing cincin juga tidak lagi sama seperti dalam diagram Von Thunen. Namun demikian konsep Von Thunen bahwa sewa tanah sangat memengaruhi jenis kegiatan yang mengambil tempat pada lokasi tetentu masih tetap berlaku dan hal ini mendorong terjadinya konsentrasi kegiatan tertentu pad lokasi tertentu. Von Thunen menggunakan contoh sewa tanah untuk berproduksi pertanian, tetapi banyak ahli studi ruang berpendapat bahwa teori ini juga releva untuk sewa/penggunaan tanah di perkotaan dengan menambah aspek tertentu, misalnya aspek kenyamanan dan penggunaan tanah di masa lalu. Penggunaan tanah di perkotaan tidak lagi berbentuk cincin tetapi tetap terlihat adanya kecenderungan pengelompokkan untuk penggunaan yang sama berupa kantong- kantong, disamping adanya penggunaan berupa campuran antara berbagai kegiatan. Penggunaan lahan memang berbeda antara satu kota dengan kota yang lainnya. Namun, kecenderungan saat ini adalah pusat kota umumnya didominasi kegiatan perdagangan dan jasa, sedikit ke arah luar diisi oleh kegiatan industri kerajinan (home industry) bercampur dengan perumahan sedang/kumuh. Perumahan elit justru mengambil lokasi ke arah luar lagi (menguatamakan kenyamanan). Industri besar umumnya berada di luar kota karena banyak pemerintah kota yang melarang industri besar dan berpolusi mengambil lokasi di dalam kota.
 Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga tanah tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin menjauh dari pusat kota, harga tanah makin tinggi pada jalan-jalan utama. Makin tinggi kelas jalan utama itu, makin mahal sewa tanah disekitarnya. Jadi, bentuk gambarnya adalah seperti kerucut (segitiga) jaring laba-laba, dimana puncak puncak kerucut itu adalah pusat kota. Namun perlu dicatat bahwa akan ada kantong-kantong lokasi yang meyimpang dari ketentuan di atas karena adanya konsentrasi kegiatan tertentu di lokasi tersebut. Untuk lahan pertanian perlu diingat teori Ricardo yang mengatakan bahwa sewa tanah terkait dengan tingkat kesuburan tanah tersebut. Namun pandangan Ricardo inipun tetap terikat kepada jarak/akses lahan pertanian itu terhadap pusat kota (wilayah pemasarannya).




transfer pemerintah (desentralisasi fiskal)

SESI 1
PENGENALAN
Transfer antar pemerintah dari keuangan pemerintah subnational hampir terjadi di sebagian negara berkembang dan peralihan. Keadaan umum dari transfer sering digunakan instrumen oleh beberapa macam keuangan publik, termasuk bantuan, subsidi dan pembagian pajak pajak yang diterima antara pemerintah pusat dan subnational. Tranfer antar pemerintah dapat digunakan sebagai gambaran keanekaragaman kebijakan publik.
Dalam modul ini mencoba menjelaskan bagaimana rencana kerja pemerataan transfer, dimana terdapat dua point untuk dijadikan obyek. Pertama, banyaknya ukuran berbeda yang harus dipikirkan dalam perencanaan dan pelaksanaan peminjaman transfer. Kedua, semua komponen hubungan antar pemerintah, termasuk belanja subnational, penerimaan, dan transfer, seharusnya dilihat dari suatu sistem. Akhirnya, sukses atau gagal sistem transfer antar pemerintah tidak pada pembuat cara kerja transfer tetapi tergantung pada apakah system menyelesaikan obyek spesifik dalam konteks kebijakan desentralisasi fiskal Negara.
1.1 Apakah pemerataan bantuan itu?
Beragam karakteristik penting pada transfer antar pemerintah, yang mana transfer antar pemerintah dapat digolongkan dan dikatagorikan, sebagai berikut :
1. Apakah tujuan dari bantuan? Apakah dapat digunakan? Jika yang dimaksud dengan bantuan adalah tidak bersyarat atau digunakan untuk kondisi spesifik?
2. Bagaimana menentukan jumlah total bantuan? Jika sebagian ditetukan dari sumber nasional? Jika keputusan ad hoc dibuat setiap tahun dari bagian proses anggaran nasional? Jika jumlah penerimaan pemerintah subnational dari penjumlahan membayar biaya pengganti? Apakah ditentukan ex post?
3. Bagaimana jika pengumpulan uang dapat dibagi antara unit yang layak pilih? Jika menggunakan rumus? Dimana penerimaan bagian dari penyaluran pajak? Penggunaan dana total atau bagian biaya kerugian? Membagi kelompok dasar ad hoc bantuan atau akhirnya negosiasi politik?
Pada dasarnya tiga bagian transfer disini, merupakan jenis pendekatan yang mana transfer dapat diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana kendalanya berupa persetujuan dari bagian kedudukan yang lebih tinggi. Pemerataan transfer digunakan untuk :
1. Tujuan transfer tak bersyarat.
2. Dimana penjumlahan bantuan total dapat dianggap istimewa, meskipun diputuskan dari beberapa dana pemerintah.
3. Dimana pengumpulan uang dapat dibagi antara unit layak pilih. Yang pada dasarnya, rumusan menganggap kebutuhan belanja dan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya.
4. Tujuan yang termasuk: pemerataan kondisi fiskal diantara pemerintah subnasional.
Ini memerlukan sumber daya untuk menyediakan tambahan yurisdiksi yang miskin. Pendekatan penerimaan tergantung pada pemerataan kerja yang mungkin merupakan sumber penerimaan luar dari pengadilan luar.
Apakah perbedaan antara pemerataan pinjaman dan tujuan transfer tak bersyarat? yakni masalah tujuan, dimana sebenarnya keduanya itu sama. Maksud tujuan tak bersyarat merupakan tanggapan pemerintah subnational secara adil untuk beberapa macam kebutuhan fiskal, sehingga dengan demikian sangat sesuai dengan pemerataan dana atau persediaan. Namun, faktor utama pembeda antara 2 tipe yang dalam tujuan dari transfer guna menyediakan sumber penerimaan yang stabil untuk semua pemerintahan subnasional (yang akan membuat tujuan keseluruhan menjadi teratur, trnsfer tak bersyarat), tujuan explisit yaitu menyediakan sumber yang berasal dari pemerintah lokal/daerah (yang akan menciptakan keseimbangan transfer, dalam kondisi pemahaman yang mendalam).
1.2 Rasionalisasi Pemerataan Bantuan
Mengapa melakukan pemerataan bantuan?(akan dibahas pada seksi kedua), sasaran bantuan bersyarat dapat menyelesaikan tujuan khusus kebijakan, misalnya bantuan bersyarat dapat dipakai untuk mendorong belanja pada barang yang spesifik agar pemerintah pusat peduli terhadap permasalahan kebijakan nasional, seperti pendidikan. Sehingga, apakah itu dapat diselesaikan oleh kelompok mereka?
Pertama, Ketidakhadiran saat peminjaman transfer, dimana beberapa pemerintah daerah sering tidak mempunyai sumber yang cukup untuk menyelesaikan kontrak mereka pada tingkat minimum (standard national). Terutama, pemerataan bantuan sangat penting sebagai ukuran penganekaragaman penyediaan atas pembagian semua sumber pemerintah subnasional. 
Kedua, pemerataan bantuan mengurangi ketidakseimbangan fiskal horizontal di Negara atau regional yang lain dan pengganti kerugian memperlukan fiskal yang besar dan kecil. Pemerataan bantuan dapat menggambarkan kedaerahaan dan kekuatan politik sentrifulgar.
Ketiga, pemerataan bantuan sangat penting sebagai alat kebijakan fiskal karena dapat digunakan pemerintah untuk memilih dan melengkapi tujuan. Terutama, pemerataan bantuan dapat dipakai untuk mendorong usaha fiskal.
1.3 Overview Modul
Modul ini membagi pemerataan bantuan menjadi tiga bagian. Pertama, tentang latar belakang teori, konsep, dan implementasi pemerataan mekanisme. Kedua, menjelaskan bagaimana mengembangkan praktek pemerataan bantuan, yang diikuti oleh transfer fiskal antar pemerintah. Ketiga, modul ini berisi beberapa negara sebagai pembelajaran serta contoh bagaimana pemerataan transfer di negara yang berbeda.
Bagian pertama, berisi jalan untuk membuat bagan/alur, implementasi, dan analisis pemerataan bantuan. Bagian kedua, membangun hubungan fiskal antar pemerintah, sehingga dapat disimpulkan dalam dua konsep utama yaitu keseimbangan vertikal dan horizontal. Bagaimana untuk menentukan ukuran pemerataan bantuaan. Ketiga, meyakini kinerja yang nyata dari mekanisme pemerataan dan perumusannya, termasuk pengamatan secara keseluruhan pada prinsip untuk pengalokasian pemerataan bantuan, rumusan alternatif, dan ukuran dari hubungan kebutuhan fiskal, kemampuan fiskal, dan upaya fiskal. Akhirnya, sesi empat yaitu pembentukan hubungan antara manajemen dan administrasi dalam perencanaan pemerataan.




SESI 2
PENGHALANG PEMBANGUNAN DESENTRALISASI FISKAL
2.1 Komponen hubungan fiskal antar pemerintah
Isi pokok dalam model ini, bahwa pemerataan batuan sangat penting dalam mewujudkan pemerataan transfer. Terutama pada unsur pertama yaitu pada unsur cara kerja fiskal pusat, sedangkan tiga unsur yang lain adalah penetapan pengeluaran, penetapan penerimaan, dan pinjaman. Tetapi ketiga unsur ini juga sangat mempengaruhi keberhasilan dari cara kerja desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal mempunyai tingkat otonomi fiskal dan pertanggungjawaban untuk pemerintah subnational. Subjek dari ini adalah negara berkembang, peralihan dan negara industri. Jika rencana kebijakan pokok lebih banyak menghasilkan peralihan dan Negara perindustrian mempunyai kewaspadaan terhadap kenaikkan permintaan dunia untuk melakukan desntralisasi pemerintah, akibatnya akan terjadi penggabungan kebutuhan rakyat untuk memperoleh lebih banyak keterlibatan pemerintah dan ketidakmampuan bahwa banyak pemusatan pemerintah dengan masa sepuluh tahun untuk “menyelesaikan pekerjaan”.
Selanjutnya, menyetujui untuk memasukkan desentralisasi fiskal dalam menghasilkan alokasi sumber daya dan tanggung jawab pemerintah, ketetapan pelayanan kota, keseimbangan makroekonomi negara, dan memajukan pertumbuhan ekonomi. Tujuan ini menyediakan pertanggung jawaban pengeluaran antara tingkat pemerintah yang berbeda.
Penetapan pertanggungjwaban Pengeluaran Pemerintah
Persediaan (dana) pelayanan pemerintah diperlukan agar sektor publik lebih memuaskan dan sesuai bagi pembayar pajak. Sehingga kemungkinan paling baik untuk mencapai prinsip subsidi : Pertanggung jawaban pengunaan ketersediaan jasa pemerintah dialihkan pada tingkat yang paling rendah agar penyediaan pelayanan publik dapat lebih efisien. Dengan kata lain, layanan pemerintah dapat menyediakan tingkat pemerintah untuk menyesuaikan pelayanan dengan “area keuntungan”. Misalnya area keuntungan pelayanan kesehatan yang memberikan daya pertahanan nasional, sehingga area keuntungan adalah seluruh daerah nasional.
Membiarkan penawaran pelayanan publik di bawah area keuntungan pada unit yang lebih kecil dari pemerintah seperti hasil yang tidak efisien dibawah jasa penyediaan. Contohnya, pertanggungjawaban pertahanan nasional pada tingkat daerah, dimana setiap negara akan mengeluarkan sedikitn pengeluaran guna pembelaan, sedangkan daerah harus percaya pada kontribusi pertahanan nasional negara lain. Sehingga daerah memperkecil pengeluaran pertahanan nasional, cadangan bersih, dan tingkat pengeluaran harus optimal yang akhirnya pada pertahanan nasional. Demikian juga, untuk tujuan pengembalian kembali dan kestabilan dari pemerintah pusat. Efisiensi ketersediaan pelayanan publik akan mempertinggi hubungan antara keuntungan pelayanan pemerintah dan biaya penyediaan pelayanan, serta harga pelayanan atau pajak daerah.
Penetapan penerimaan
Jika desentralisasi fiskal merupakan pemberian keuntungan dengan menaikkan efisiensi pada pengeluaran negara, tetapi pemerintah subnational harus mempunyai tingkat pengawasan minimum, yang mengakui sumber penerimaan. Pemerintah subnational akan kekurangan sumber penerimaan, karena tidak akan memperoleh fiskal otomatis di bawah keuangan pusat. Selanjutnya dengan penerimaan otonaomi ini sedikit tanggung jawab pejabat daerah untuk penduduk daerahnya. Sehingga pertanyaannya adalah sumber penerimaan didapat dan seharusnya ditetapkan pada tingkat pemerintah subnational dan bagaimana pengaruh penetapannya.
“Pertanyaan bagaimana untuk menetapkan penerimaan” adalah akhir dari masalah penetapan pengeluaran, karena kepentingan keuntungan pajak pada keuangan pemerintah subnational dan kepentingan tanggung jawab pemerintah subnational untuk mempunyai penerimaan yang memadai sebagai penetapan pengeluaran.
Teori keuangan federalisme tradisional menentukan serangkaian kondisi pajak daerah untuk : (i) Dapat mempermudah daerah untuk administrative, (ii) membebankan pada penduduk daerah, (iii) tidak dapat meningkatkan persaingan antara pemerintah subnational dan pusat. Pada masalah ini mereka tidak banyak memiliki sumber penerimaan sehingga akan memasukkan pajak property dan perbaikkan pajak retribusi, penerimaan pajak pribadi, beberapa pemotongan pajak, sarana pajak, dan macam pemakai biaya.


Tranfer antar pemerintah
Transfer merupakan bagian penting dari kerja keuangan pada hubungan antar pemerintah. Sejak memiliki sumber penerimaan khusus, pemerintah daerah cukup memiliki sumber daya untuk pertanggung jawaban pengeluaran. Metode transfer diperlukan untuk memberikan tambahan sumber daya pada pemerintah subnational.
Pemberian tambahan sumber daya melalui transfer kepada pemerintah subnational membuat pemerintah pusat dapat melanjutkan keanekaragaman obyek tujuan, sehingga transfer ini dapat menstabilkan tujuan, untuk mendorong pengeluaran lewat tingkat subnational melalui program mutu nasional (seperti kesehatan dan pendidikan). Transfer dapat merancang kerja dari tiga aspek yang berbeda yaitu : (i) Apakah pemerintah mengeluarkan uang (apakah bantuan bersyarat), (ii) Bagaimana ukuran tranfer dan persediaan transfer, (iii) Bagaimana sumber dapat digunakan sebagai salah satu syarat pemerintah. Karakteristik bantuan diharapkan berbeda dengan tujuan untuk mengejar tranfer. Sedangkan tujuan dalam model ini memberikan tinjauan umum tentang tranfer antar pemerintah, jumlah transfer alternative yang dapat mempertimbangkan kerangka cara kerja yang mencakup transfer antar pemerintah.
• Peranan penerimaan. Pemerintah daerah dapat memiliki bagian penerimaan nasional tertentu yang dikumpulkan dari daerah mereka. Seperti pajak pribadi, dimana penghasilan ini dapat dibagikan perkapita. Karena peranan penerimaan tidak memberikan kebijaksanaan pemerintah daerah, terlebih pada prinsip dasar atau tingkatan setiap pajak, tetapi peranan penerimaan adalah memperhatikan jenis tranfer antar pemerintah.
• Tujuan umum tanpa bersyarat, menghalangi bantuan. Maksud umum tanpa bersyarat menghalangi bantuan merupakan bantuan yang di kumpulkan tahun tetapi tidak ada hubungan. Perumusan sering tidak menyediakan tanpa bersyarat sebagai rintangan bantuan antar pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah menetapkan jumlah menjadi sama besar dengan kebijaksanaan kebijakan, memberikan pemerataan bantuan merupakan kebijakan bantuan tanpa bersyarat.
• Bantuan bersyarat. Nama bantuan ini sudah menyarankan syarat seperti membebankan (pemerinath pusat) untuk menggunakan bantuan ini, dimana syarat dapat bermacam-macam. Sektor yang menghalangi bantuan (juga masuk katagori bantuan), seperti bantuan bersyarat menghalangi bantuan jika keadaan dana yang habis dipakai pada wilayah khusus (seperti pendidikan), meskipun demikian pemerintah daerah menyokong penuh dengan melakukan pengawasan terhadap bagaimana membelanjakan dana di setiap sector.Tujuan khusus dari alternative bantuan dapat mempunyai penjelasan kondisi yang terbatas (misalnya bantuan khusus untuk menggunakan buku sekolah). Bentuk bantuan bersyarat juga membatasi kebijaksanaan dan peraturan pemerintah daerah. Tetapi bantuan bersyarat dapat dibenarkan pada keadaan untuk meingkatkan prioritas kebijakan nasional untuk mencegah dana suboptimal khusus pada kegiatan pemerintah daerah.
• Bantuan sebanding. Bantuan sebanding, merupakan kondisi bantuan yang membutuhkan kewajiban kontribusi khusus pemerintah daerah, terutama pengeluaran tertentu. Misalnya, Pemerintah pusat memberikan bantuan sebanding dengan bantuan satu dollar untuk setiap dollar pemerintah daerah menghabiskan buku sekolah untuk memiliki sumber penerimaan (atau alokasi taranfer umum). Bantuan sebanding dapat membentuk variasi pekerjaan dan untuk tujuan yang bermacam-macam. Bantuan sebanding dapat menjelaskan tujuan khusus atau maksud terbatas, tarif yang mana pemerintah pusat mencocokkan kontribusi pemerintah daerah sehingga dapat meningkatkan atau mengurangi ketergantungan pada permintaan pemerintah pusat untuk mendorong kebijakan khusus pengeluaran pemerintah daerah.
• Biaya pengganti kerugian. Pemerintah pusat melaksanakan bagian pembayaran ganti rugi untuk beberapa pemerintah daerah. Sebaliknya, cara kerja ini dapat membatasi kebijaksanaan pemerintah daerah. Meskipun demikian, rencana pengganti kerugian agar pemerintah pusat mempercayai pemerintah daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah pusat (Penyediaan pekerjaan yang merupakan bagian program desentralisasi pemerintah daerah). Untuk contoh, pemerintah pusat mengharapkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk biaya obat sehingga dapat menghapus program nasional. Sehingga jelas ganti rugi akan menghalangi kebijakan pemerintah pusat yag membebaskan tugas penyediaan pusat.
• Ad hoc or ex-post (Bantuan pekerjaan khusus). Pada beberapa keadaan menyebarkan progam bantuan untuk kebijaksanaan lembaga yang terkait dengan peraturan, seperti kantor presiden dan menteri keuangan atau beberapa kebijaksanaan pada pengadilan tinggi. Khususnya memberikan kesempatan pejabat publik untuk menerima bantuan dan memberikan ahli politikus kesempatan dengan menggunakan pengaruhnya untuk mengutamakan keuntungan pribadinya. Praktik ini sangat sulit, yang pada akhirnya alokasi sumber sesuai dengan prinsip manajement fiskal yang kuat tetapi sama tidak efisien.
Peminjaman Subnational
Ukuran ke empat pada hubungan fiskal antar pemerintah yaitu peminjaman subnational, seperti penerimaan otonomi pemerintah pusat, dan pemerintah daerah akan berhati-hati dalam menjalankan usaha yang gagal dalam mengatur kebijakan fiskal seperti pengelolahan makroekonomi. Meskipun demikian, tenaga ini menhalangi kemampuan pemerintah subnational untuk meminjam suatu dana pada perkembangan sumber kekayaan. Meskipun peminjaman subnational mempunyai resiko, namun keuntungan efisiensinya dan paling peting (antar pemerintah) keadilan menghubungkan dengan baik pangaturan dan pengawasan peminjaman subnational lebih banyak jika dibandingkan dengan resikonya.
Terdapat beberapa pendekatan mengenai tata tertib dan tanggung jawab pada peminjaman pemerintah subnational. Pertama, mempercayai pendekatan pada pasar keuangan untuk memaksakan penegakan tingkah laku dalam peminjaman dari pemerintah subnational. Dimana pendekatan ini dapat dikatakan efektif, jika terdapat pengembangan pasar modal yang baik dan kelembagaan, meskipun mencakup informasi tingkatan lembaga dan kegagalan hukum jika dibandingkan dengan kesederhanaan dan keuntungan sendiri, sehingga bagaimana pun macam institusi tidak dapat menghasilkan perkembangan pasar modal dengan baik meskipun banyaknya alternative dan peralihan ekonomi.
Kedua, agar peminjaman subnational mempercayai pada perundang-undangan pemerintah pusat untuk memaksakan batas pinjaman pemerintah subnational dan batasan lembaga penegakan dari pemerintah pusat. Negara mengembangkan pasar modal kurang baik dan lembaga sering bergantung pada dua pendekatan. Ditambahkan pula, keberhasilan strategi untuk mencegah peminjaman kebutuhan subnational yang mewajibkan memulai dari kegagalan total dan keadaan keuangan dalam pegawasan darurat, serta ketidakseimbangan fiskal dimana merupakan permasalahan utama pada fiskal pemerintah subnational.
2.2 Keseimbangan Fiskal Vertikal
Rancangan pertanggung jawaban pengeluaran dan sumber penerimaan sangat jarang yang sempurna untuk menandingi antara dua sisi pada anggaran pemerintah subnational. Keseimbangan fiskal vertikal terjadi ketika menetapkan pertanggungjawaban pengeluaran untuk tiap tingkatan pemerintah. Keseimbangan vertikal membutuhkan sumber penerimaan (memperbesar ukuran penerimaan) untuk menghubungkan antara pemerintah pusat dan subnational agar terjadi kecocokan tanggung jawab pengeluaran mereka masing-masing. Syarat ini digunakan untuk sumber penerimaan tranfer pada pemerintah subnational, seperti jumlah total untuk semua pemerintah subnational, yang selalu sulit mencapai keseimbangan vertikal, dimana kebanyakan proses pembahasan untuk menetapkan beberapa tingkat pajak otonomi atau kebijaksanaan pada setiap tingkat pemerintah. Tipe proses pada dua sisi anggarantelah ditentukan pada table di bawah ini :
Keseimbangan fiskal vertikal
Sumber penerimaan Pengeluaran tanggung jawab
1. Memiliki pajak dan sumber penerimaan lain 5. Memiliki pengeluaran (tanggung jawab)
2. Peranan penerimaan pajak 6. Delegasi atau menyerahkan pengeluaran tanggung jawaban
3. Tranfer antar daerah :
a. Bantuan pinjaman
b. Tranfer yang lain
c. Tranfer modal (kekayaan) 

Beberapa alasan dimana pemerintah pusat ragu-ragu dalam menetapkan jumlah sumber penerimaan pada pemerintah subnational, yakni :
• Kekwatiran pusat menganai kehilangan pengawasan melalui alat pengolahan kebijakan fiskal
• Mengetahui kebutuhan pemusatan pengolahan pajak pemerintah yang sangat signifikan
• Tranfer sangat fleksibel sehingga merupakan sumber penerimaan pemerintah pusat.
• Kekhawatiran dalam pengelolahan yang salah atau persaingan pajak antar pemerintah daerah atau
• Hanya, adanya hubungan pengaruh politik pada pemerintah pusat.

Box I
Praktik ketidakseimbangan Vertikal: hasil dari Pencukupan
Permasalahan yang muncul ketika penarapan kebijakan desentralisasi adalah pembedaan dari sumber pemenuhan dari usaha jasa pemerintah subnasional. Pembedaan dari pemenuhan dana yang menyebabkan ketidaksetujuan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan pertimbangan yang penting dalam kontek pembangunan ekonomi.
Untuk menjelaskan karakteristik dari pembangunan ekonomi bahwa sumber daya ekonomi itu terbatas: secara alamiah keterbatasan dari sumber daya mungkin akan disediakan oleh sektor publik. Kebijakan desentralisasi fiskal nasional tidak akan sesegera itu juga menyebabkan sumber daya menjadi beban, dan sumber sektor publik pada semua tingkatan pemerintah akan menjadi terbatas hingga tingkat sosial dan politik. Bahkan, rogram desentralisasi juga memberikan pemerintah lokal lebih bisa mengontrol sumber pendapatan dan memberikan keputusan yang tepat akan pengalokasian sumber pendapatan lokal.
Dalam hal ini, kondisi pemenuhan harus logis dan dapat diintepretasikan hingga konteks batas keseluruhan pada sumber sektor publik. Dengan langkah bijak dalam pengimplementasian dari kebijakan desentralisasi, dilengkapi ketentuan dari konstitusi sumber pemenuhan harus diciptakan sebelum pertanggungjawaban pengeluaran dipindahkan. Pengkayaan pemahaman dalam kemajuan akan bermanfaat untuk semua stakeholder. Meskipun ukuran ini telah memiliki manfaat yang lebih mudah dipahami. Namun, masih terdapat beberapa pemasalahan dari pendekatan ini. Ukuran ini berdampak pada ketidaksesuaian pada pemerintahan pusat dikarenakan beberapa daerah lainnya. Keduanya memiliki hukum secara praktik, operasi pemerintah daerah lebih rumit atau kolot dari pada pemerintahan secara nasional dikebanyakan negara. Pemerintah pusat diikuti atau meminjam secara bebas untuk menutupi operasi secara langsung. Bahkan, pemerintahan lokal hanya mengikuti pinjaman hanya untuk tujuan investasi modal, dan ini terjadi pada kebanyakan daerah. Ukuran ketidakseimbangan Vertikal adalah memiliki asumsi bahwa defisit bukanlah hasil dari ketidaksesuaian manajemen atau kesalahan atau dengan kata lain pada berbagai tingkat pemerintah menyediakan jasa dibawah pertanggungjawaban secara efisien. Dalam kondisi ini akan tergambar terjadinya defisit anggaran dari ketidaksesuaian antara tanggung jawab belanja dan sumber-sumber fiskal.
Langkah kedua, ukuran ketidakseimbangan fiskal secara vertikal pada kondisi pembagian keuangan belanja pemerintah secara subnasional dengan sumber pendapatan dibawah kontrol pemerintahan regional dan pemerintahan lokal. 
Kuantitas dari koefisien ini dibagi dari belanja pemerintah subnasional seperti keuangan yang bersumber dari pendapatan yang dikontrolnya. Secara konstruksi, koefisien dari ketidakseimbangan vertikal diambil antara nilai 0 dan 1, nilai yang mendekati 0 mengindikasikan ketidakseimbangan vertikal yang lebih besar. Terdapat beberapa karakter ketidaksesuaian bagaimana sebenarnya didefinisikan, untuk jenis transfer dan sumber pendapatan yang dikontrol oleh pemerintah pusat. Khususnya, ketika membandingkan kebijakan desentralisasi fiskal diantara negara. Perkembangan yang penting dari pendekatan Hunter adalah hanya tergantung pada data fiskal subnasional yang telah dikonsolidasi.
2.3 Keseimbangan Fiskal Horisontal
 Objek penting lainnya, terdapat yang lebih penting untuk hanya saling melengkapi suatu dari wilayah dari pemerataan fiskal secara vertikal, hal ini diusahakan guna meyakinkan tingkat fiskal secara horisontal agar lebih bisa diterima. Ketidakseimbangan secara Horisontal selalu ada ketika terdapat perekonomoian yang tidak signifikan dan terjadi kegagalan fiskal antar wilayah. Keberagaman wilayah yang signifikan dari sumber fiskal selalu mengawali gejolak suatu wilayah dan bahkan menimbulkan konflik atau surutnya kepercayaan politik. 
Hal ini agar kita berfikir bahwa ketidakseimbangan horisontal adalah fenomena alamiah yang tidak bisa dihindari, keberagaman kondisi regional ekonomi dan ketidakseimbangan fiskal tidak akan meyakinkan masyarakat dan pengalokasian modal yaitu dari daerah dengan produksi rendah ke yang lebih produktif. Seperti, pemerataan diatas mungkin akan terjadi ketidakefisienan alokasi sumberdaya yang diikuti teritorial nasional dan pertumbuhan ekonomi yang menyeluruh di dalam negri. 
Meskipun sumber pendapatan daerah dinaikkan, tetap saja menghasilkan naiknya ketidakseimbangan horisontal. Pola ini mungkin untuk elemen lainnya pada sistim hubungan fiskal dalam negri untuk tetap mengawasi kesimbangan. Ketidakseimbangan horisontal dapat dikendalikan oleh tujuan sumber pendapatan itu sendiri dengan cara memperkecil atau menyusutkan keragaman diantara pemerintah lokal. Untuk suatu lembaga, misi atau tugas dari sumber pendapatan asli daerah untuk keberagaman dalam ketersediaan sumber pada tingkat subnasional. Beberapa jenis ketidakseimbangan horisontal berkedok pemerataan transfer.
Ukuran Ketidakmerataan Ekonomi
Tanpa pengecualian, ketidakmerataan fiskal yang terkecil terjadi diantara wilayah yang berbeda dalam negara dan perbedaan lokasi dalam wilayah. Bahkan, penegakkan politik terkadang dibutuhkan dalam mengurangi ketidakmerataan dalam hubungan sistim fiskal dalam negri. Terdapat 2 dalam perefleksian tugas ekonomi. Pertama, ukuran ketidakseimbangan fiskal horisontal dan Kedua, pola kebijakan untuk mengurangi ketidakseimbangan ini. Akar permasalahan dari ketidakmerataan fiskal dalam suatu regional adalah kenyataan dalam masing-masing wilayah atau lokasi yang memiliki dasar perekonomian yang unik. Sejak kegiatan ekonomi tidak merata antar wilayah dalam berbagai bentuk. Ini merupakan satu kemungkinan keidakseimbangan ukuran horisontal adalah Pendapatan Kotor per kapita Produk Regional, kemungkinan lainnya dari ukuran ketidakmerataan regional meliputi Pendapatan Perorangan atau Nilai Tambah suatu wilayah. Variabel dinyatakan dalam bentuk per kapita untuk mengontrol dari kenyataan bahwa beberapa wilayah lebih besar dari pada yang lainnya. Statistik deskriptif merupakan salah satu jenis yang dilaporkan, untuk ketidakmerataan, ukuran wilayah termasuk yang utama, minimum, maksimum dan keberagaman koefisien. Keragaman koefisien adalah ukuran dari praktik dari perluasan dan didefinisikan sebagai standar deviasi yang dipengaruhi oleh hal yang utama. Kelebihan dari pembandingan antara keragaman dan standar deviasi bahwa ukuran koefisien tidak bergantung pada ukuran dilihat secara per unit. Hasilnya, satu dapat dibandingkan pada dua variabel yang diukur pada unit yang berbeda.
Catatan penting lainnya, bahwa GRP adalah batas ukuran ketidakmerataan fiskal, misal: di suatu wilayah dengan 2 tingkat GRP yang sama memiliki kebutuhan fiskal yang berbeda. Ditambahkan pula, perbedaan wilayah juga akan memiliki kemampuan penyerapan pajak yang berbeda sebagai hasil dari struktur ekonomi yang berbeda: jumlah penduduk yang jarang, wilayah pertanian, sehingga lemahnya kemampuan penyerapan pajak dibandingkan wilayah perkotaan dengan sektor manufaktur yang besar. Ketika mencoba dengan usaha yang keras menyerap pajak dari tingkat GRP yang sama.
Ukuran Kapasitas Fiskal dan Kebutuhan Fiskal
ketika keragaman dalam GRP per kapita menjadi ukuran ketidakmerataan ekonomi secara regional, ketidakseimbangan fiskal secara horisontal lebih mudah diukur dengan keragaman kemampuan fiskal antar wilayah. Kemampuan fiskal dari suatu wilayah digambarkan pada pendapatan yang potensial yang didapat dari tugas pokok pajak untuk suatu wilayah jika rata-rata usaha ini diterapkan untuk dasar pajak. Satu kemungkinan dampak dalam penggunaan pengumpulan pendapatan per kapita daerah sebagai ukuran dari kemampuan fiskal. Bahkan, tingkat pengumpulan mereka tidak tergantung pada diri sendiri dalam kemampuannya dari daerah atau pemerintahan lokal dalam mengumpulkan pendapatan, tetapi ini juga lebih diefektifkan dengan usaha pemerintah untuk daerah yang tertinggal dalam mengumpulkan pendapatan.
Ditambahkan dalam membedakan dasar ekonomi lokal dan pembedaan kemampuan secara keseluruhan pendapatan wilayah juga berbeda dengan tujuan dari kebutuhan fiskal. Perbedaan kebutuhan fiskal juga bisa meningkat selama keragaman antar wilayah geografi, iklim, komposisi penduduk, dan kondisi ekonomi. Misalnya: wilayah dengan karakter masyarakat yang lebih muda atau tua menghabiskan lebih banyak pendidikan dan kesehatan, pertanggungjawaban dari pada wilayah lainnya. Seperti, wilayah dengan konsentrasi kemiskinan yang tinggi yang selalu menghabiskan lebih banyak program sosial, ketika wilayah dengan tingkat biaya yang tinggi akan memiliki karakter belanja yang tinggi. Hal ini dibutuhkan dalam meyakinkan pada tingkat yang sama dengan jasa publik seperti wilayah lainnya.
Ukuran Ketimpangan Fiskal
Cara yang paling mudah untuk memahami dalam mengurangi ketidakmerataan penyediaan transfer wilayah tertentu untuk “ketimpangan fiskal”, ketimpangan fiskal dapat diartikan perbedaan antara kebutuhan fiskal (kebutuhan yang diasosiasikan dengan pertanggungjawaban belanja) yang diindikasikan oleh 4 dan 5 dalam tabel 1 dan kemampuan fiskal (potensial sumber pendapatan sendiri (1), pembagian potensi sumber pendapatan (2) setelah penjumlahan dalam transfer yang ditargetkan (indikasi 3b dan 3c) dalam tabel 1 yang digunakan objek lainnya. Untuk ketimpangan fiskal dapat dipenuhi oleh transfer keseimbangan (3a). 
Fiskal gap = kebutuhan fiskal-kemampuan fiskal-target transfer.
Tatanan utama dalam menjaga ketersediaan keseimbangan transfer, bahkan ukuran dari kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal. Seperti titik yang berada lebih tinggi, sesungguhnya pendapatan adalah ukuran kemiskinan dari kemampuan fiskal, karena pengumpulan pendapatan juga tergantung pada usaha fiskal wilayah tersebut. Kemiripan, pengeluaran lokal tidak perlu untuk menggambarkan kebutuhan fiskal yang baik: belanja tingkat subnasional lebih berfungsi pada wilayah kemampuan fiskal dan kemampuan politik wilayah menerima susuatu yang istimewa dan transfer dari ukuran kebutuhan fiskal.
2.4 Menentukan Ukuran dari Pengumpulan Keseimbangan Transfer 
  Langkah pertama yang paling mendasar guna mengenalkan dari keseimbangan transfer adalah pengidentifikasian secara eksplisit seberapa banyak keseimbangan akan ditujukan, dalam perdagangan yang berpotensi antara keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi dan insentif secara menyeluruh dari perpindahan pendapatan dari pihak lain. Bahkan, tidak semua mengetahui kesertaan mengenai potensi perdagangan diantara tingkat keseimbangan dan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh, dengan asumsi pengambilan sumber daya dari wilayah yang kaya ke wilayah yang miskin untuk prosentase pertumbuhan yang lambat. 
Tergantungnya ekonomi dan kesenjangan fiskal diantara wilayah dalam negara. Derajat yang tinggi dapat digambar sumber dari pertumbuhan wilayah yang cepat. Ditambahkan pula, sistem yang disertakan dalam derajat yang tinggi dari pemerataan merupakan dampak dari faktor stimulus yang signifikan dari usaha pengumpulan pajak dan pengembangan dari basis pajak. Itu, pertanyaan penting adalah bahwa derajat yang tinggi dari keseimbangan masih diusahakan dan juga insentif negatif dari perpindahan dapat diminimalisasi.
Langkah kedua yang juga mendasar yaitu keputusan penggunanaan pemerintah subnasional dapat menciptakan keseimbagan dana yang diterima. 
Vertikal (Pola) atau Pemerataan Fraternal
Langkah ketiga yang fundamental yaitu menentukan dari keseluruhan dana pinjaman untuk transfer pemerataan. Dua aspek yang menjadi dasar yang mungkin menentukan identifikasi. Pertama, seharusnya ditentukan keseimbangan yang ditempatkan menggunakan tradisional, mekanisme vertikal. (pinjaman oleh pendapatan pemerintah pusat) atau pemerataan yang akan terjadi mengikuti pendekatan ‘flaternal’ (dipinjam dia antara pemerintah subnaasional itu sendiri). Kedua, satu prinsip dasar yang telah diidentifikasi, apa yang menjadi aturan yang digunakan pada prinsip dasar. 
Menggunakan kesatuan secara eksplisit untuk pemerataan pinjaman yang mengutub yang berfungsi sebagai tradisi sejarah. Maupun tidak adanya spesifikasi ekonomi dan ketimpangan fiskal antar wilayah, terdapat suku yang menjadi objek dalam negara. Ide pokok dibawah sistem kesatuan yaitu menciptakan inti dari pinjaman kontribusi secara langsung dari pemerintah sub nasional yang kaya yang didistribusikan ke daerah yang miskin. Sistem ini juga lebih terkenal dengan sistem keuangan “Robin Hood”. Ini digunakan oleh Skandinavia dan beberapa negara pusat di Eropa, dan juga negara Baltik. Pada pendekatan kedua, yang dapat disebut sebagai pinjaman vertikal, pemerintah pusat berkontribusi pada pinjaman yang didistribusikan ke daerah yanngm miskin seperti bantuan yang adil.
 Terdapat juga kemungkinan terjadinya campuran (flaternal dan vertikal) pinjaman. Misalnya: sistem yang sekarang dianut digunakan di Latvia yang sebenarnya sistem campuran, keduanya pusat pemerintah dan pemerintah daerah yang kaya bergabung berkontribusi dalam pemerataan pinjaman yang mengutub. Pemerintah pusat juga menerapkan teknik sistem pinjaman yang diterapkan melalui transfer negatif (penarikan secara mandat) dari daerah yang kaya tetapi tanpa peletakkan pinjaman secara langsung dalam pusat pemerataan untuk daerah yang miskin. Beberapa negara di Uni Soviet (Kazakhstan, Ukraina, dan Rusia).
 Pemikiran yang harus tetap dijaga terhadap perubahan dalam suatu sistem dalam pinjaman dari pemerataan yang terkumpul pada satu titik seperti pengurangan yang dapat merubah tugas atau kerja suatu pendapatan maupun pengeluaran. Jika semua tingkatan pemerintahan (pusat dan daerah) melakukan kekeliruan.
Aturan Peminjaman
 Setelah mengetahui tentang prinsip atau pendekatan tentang pemerataan pinjaman yang diputuskan, beberapa aturan dapat dipilih guna pengimplementasiannya. Sebenarnya penentuan dari pinjaman dapat dikelomppokkan atas dasar ad hoc, beberapa bentuk tingkatan dari pinjaman yang spesifik dalam budget tahunan. Atau dapat dilakukan lebih objektif dan dasar yang stabil. Seperti prosentase dari pendapatan pemerintah pusat, yang diikuti oleh pajak, dengan prosentase yang tetap dari sejumlah yang diterima setiap tahun.
Terdapat beberapa keuntungan kerugian pada dua aturan yang berbeda. Kemampuan untuk merubah secara keseluruhan tingkat pinjaman tahunan dasar ad hoc yang disediakan pemerintah pusat dengan fleksibilitas untuk gambaran kebijakan stabilisasi secara makroekonomi. Di sisi lain, menggunakan aturan ad hoc menyebabkan ketidakpastian dari belanja pemerintah daerah. Dengan harapan membuat aliran pendapatan dari pemerintah daerah dapat lebih mudah diprediksikan pada pengenalan secara berkala pada aturan yang tetap untuk pinjaman yang merupakan alternatif yang superior. 
 Selain itu, aturan yang lain diadopsi untuk meningkatkan kemampuan memprediksi pendapatan pemerintah daerah dari diagram aliran pemerataan. Salah satunya adalah ukuran yang tetap pusat pemerataan atas pembagian pendapatan yang dibelanjakan oleh pemerintah pusat, hal ini sebenaranya berlawanan dari kenyataan atau pendapatan yang sebenarnya. Pada aturan kedua adalah menggunakan perubahan rata-rata pada tahun yang beragam dari pendapatan peremerintah pusat yang menentukan pada pinjaman pemerataan. Dari perumusan pemerintah pusat untuk memperbesar risiko, saat selanjutnya mungki dibawah pinjaman untuk pemerataan pada pertumbuhan yang tinggi dan terjadinya inflasi.










SESI 3
PERUMUSAN DAN MEKANISME KESEIMBANGAN
 Empat langkah yang mendasar dari pembagian pemerataan pinjaman diantara pemerintah daerah. Beberapa tipe dan aturan dapat diikuti guna pembagian dari ketersediaan pinjaman dari pemerintah daerah. Pertama, pembagian dari pinjaman dapat dilakukan dengan dasar ad hoc. Kedua, pemerintah pusat mungkin menggunakan aturan pemerataan per kapita dari distribusi pinjaman untuk pemerintah daerah yang memenuhi kualifikasi. Ketiga pemerintah pusat menggunakan formula pusat yang lebih kompleks dan eksplisit. Tata cara pinjaman yang seimbang adalah pembagian dan pemilihan serta pilihan politik yang penting, tetapi rencana dari mekanisme seharusnya menuntun pada bunyi dari prinsip ekonomi.
3.1 Prinsip Umum dalam Pengalokasian dari Pemerataan Bantuan
Pemerintah pusat memiliki beberapa pilihan bagaimana struktur perumusan pemerataan dan gambaran dari kenyataan yang sebenarnya. Bahkan, kemerdekaan merupakan hasil akhir dari suatu struktur, semua formula pemerataan seharusnya mentaati beberapa prinsip umum.
• Pertama, formula pemerataan seharusnya menyediakan sumber yang memuaskan untuk pemerintah lokal dengan cara menyeimbangkan prioritas nasional dan otonomi daerah.
• Kedua, perumusan seharusnya mendukung alokasi yang jelas dari sumber yang disediakan beberapa sumber dari kecamatan dengan pajak yang lebih rendah dan kebutuhan fiskal yang besar.
• Ketiga, pemerataan transfer seharusnya menyediakan dalam prediksi tata cara dalam jiwa yang dinamis.
• Keempat, formula pemerataan seharusnya, sangat mungkin, mudah, dan transparan. Cara terpenting dalam menjaga formula pemerataan yang simple adalah batas untuk keobjektifitasan yang terjamin dengan tujuan dari pemerataan kemam puan fiskal dan atau kebutuhan fiskal. Kebijakan seharusnya juga lebih mudah dimengerti oleh semua stakeholder dalam bentuk wilayah yang resmi dan legislatif serta tidak melakukan manipulasi politik.
• Kelima, formula seharusnya tidak diciptakan dengan insentif yang negatif dari perpindahan pendapatan oleh pemerintah daerah, keduanya seharusnya mengurangi ketidakefisienan dari pilihan belanja.
• Keenam, transfer dari pinjaman seharusnya tidak dalam kondisi bantuan Lump-sump dari tujuan keuangan secara umum dari pemerintrah daerah.
• Ketujuh, selama pengenalan dari mekanisme transfer yang baru, sistim transfer seharusnya menghindari perubahan besar secara tiba-tiba dalam pinjaman untuk pemerintah daerah.
Mekanisme Pengalokasian
Secara umum mekanisme pemerataan adalah kompensasi dari ketimpangan fiskal antar wilayah. Ketimpangan Fiskal muncul dari 2 sumber utama. Daerah/wilayah mungkin berbeda dalam kemampuan fiskal, hal ini merupakan dasar dan bukan kemampuannya untuk dilihat pada berbagai tingkat pendapatan dengan tingkat yang standar dan usaha dari administrasi. Daerah juga mungkin memiliki kebutuhan belanja yang berbeda. Bahkan ketika daerah-daerah memiliki kemampuan fiskal atau kemampuan untuk menaikkan pendapatan yang sama, mereka mungkin memiliki biaya yang berbeda untuk menyediakan standar keranjang belanja pada pelayanan publik selama perbedaan kebutuhan yang akan meningkat dari perbedaan identitas kependudukan (prosentase dari populasi dari usia sekolah atau putus sekolah), keadaan geografi dan iklim, kemiskinan dan pengangguran, dan lain sebagainya. Perbedaan belanja yang dibutuhkan diantara daerah mungkin juga akan meningkat secara bebas dari perbedaan biaya atau tingkat harga yang berhubungan dengan komisi dari nilai standar keranjang belanja dari praktik internasional yang terdapat dalam negara, formula yang digunakan untuk menyeimbangkan kemampuan fiskal dan belanja yang dibutuhkan (termasuk biaya pembangunan dan perubahan negara), negara yang menggunakan mekanisme keseimbangan yang hanya pada kemampuan fiskal dan negara yang hanya menyeimbangkan kebutuhan belanja yang berbeda antar pemerintah daerah. 
 Sejauh keputusan kebijakan adalah untuk stimulus dari pajak yang diusahakan oleh pemerintah daerah seharusnya menjadi bagian dari mekanisme pemerataan. Ini dapat diselesaikan oleh insentif pengenalan pada perumusan keseimbangan dalam mempromosikan pengumpulan pajak oleh pemerintah subnasional. Semua ini merupakan masih sangat kontroversial. Penerimaan prinsip secara umum merupakan sistem transfer yang seharusnya keseragaman usaha pajak oleh pemerintah subnasional.
Usaha pajak seharusnya tidak dapat teryakinkan dengan secepatnya, semenjak harapan transfer keseimbangan akan membuat pergolakan internal. Bahkan, mengejutkan pada praktik sistem transfer internasional, termasuk negara-negara yang tergabung dalam Uni soviet, kecenderungan ini merupakan prinsip yang netral mengurangi respon perpindahan pendapatan oleh pemerintah subnasional. Secara teori, dapat meyakinkan pada usaha pajak tidak diseimbangkan keduanya, karena terdapat posisi yang lebih tinggi tentang sistem keuangan pajak dan membelanjakan uang dalam negeri.



Sabtu, 07 Maret 2009

heaaa...

setelah tertidur sekian lama,sekarang blogQ ku aktifkan lagi...

kesibukan datang silih berganti,tak kunjung selesai...

tugas-tugas kuliah telah menunggu dan menumpuk,eitz tapi tu merupakan alur hidup yang wajib dialalui...

tawaran untuk mengikuti MLM silih berganti,gemana yaw menolaknya dengan baik2...

hmm...

hdupku berasa jauwh banged dari kesempurnaan...

heeeaaa....

akhirnya mulai tanggal 23 pebruari 2009,resmi menjadi mahasiswa semester 4,fakultas ekonomi universitas brawijaya,malang. banyak dosen dengan wajah lama ketimbang wajah2 baru...hari pertama kulliah ekonomi moneter II,pak munawar,dulu sech beliau ngajar aq mata kuliah pengantar ekonomi,untungnya aq dikasih nilai yang memuaskan sama bapak yang jebolan salah satu universitas terkemuka di Perancis. habis tu bladjar perekonomian INdonesia(Pak Iswan NOOr) trus Ekonomi Perkotaan(bu Sri MULyaningsih)eits ni bukan menteri keuangan QT loch...tapi ni orang yang hebat juga di bidang ekonomi....trus ketemu mas mUiz di ekonometrika I,mr. KRugman Indonesian yang ngajar Ekonomi Internasional II,dulunya sech beliau juga ngajar Ekonomi Internasional I,kebetulan smtr ni dapt bapak Sasongko lagee...

hwe hwe hwe...

haree kamis ketemu pak khusnul azhar,yang ngajar mata kuliah metode penelitian...

padahal temen2 satu grupQ pada ngambil ekonomi islam(syariah),hmmm...tapee aq mlantjiong ndiri ngambil Met Pen...

hwe hwe hwe....

jumat ketemu ma Oma Publik II,BU hastoeti...beliau sudah mengabdi di Ekonomi mulae tahun '63,bayangkan berapa lama beliau berkorban di UB!!!salutttt bu aq....semoga sehat selalu ya bu...

trus da pak Bahtiar se,mt.ngajar Perencanaan Pembangunan yang sebelumnya ngajar Ekonomi pembangunan...

hwe hwe hwe hwe...sekian sesie curhat kalee ni,kpn2 kalo da wktu lage,,,tak tulisin yang lebih banyaaaaaaaaakkkkk lageeee....key,,,... 

Kamis, 25 Desember 2008

my logo SMA and the story


logo ini sangat berkesan bagiku. logo ini tempat aku mencari ilmu tingkat umum, ato banyk yang bilang namany  "SMAKER". banyak kejadian senang, sedih, haru, dan lain-lain,semuanya ada disini...para guru yang senantiasa membimbing kami.

kelas X wali kelasku bernama Bu. Inung Lailatin (Guru Matematika), tapi sebenarnya Bu Inung sebagai pengganti dari guru Biologi, Namanya Bu Siti Aryani...di kelas ini ada lumayan banyak temanQ yang sekelas waktu SMP (SMPN I Kertosono). X-5 we're best friend.

kelas XI aQ masuk kelas IS-2, wali kelasQ Bpk. Budi (Guru Seni Rupa), pelajarannya ya gambar-gambar and gambar...setiap hari selalu gambar...amin haidar the best picture(nominator),,,...kelas yang begitu aneh and selalu heboh,pokoke tiap hari pasti ada masalah...Pak Ari sampe'2 capek ngurusi yang ini and itu,huufhh...maaf pak...Bu Tiyuk (we Love U,coz U're Best teacher). Pak BUdi kapan Qt ikut acara karnaval 17 agust-an, pak bleh g request jadi Anoman lagi...hwe hwe hwe...

kelas XII Masuk di XII-IS 1, walah-walah disini semuanya tambah sangat begitu aneh..kelas yang suuuueeeeerrrruuuu banget, di kelas ini semuanya se-hati...kompak,pak,pak,pak,pak...dari pojok kiri depan sampai pojok kanan belakang,byuh byuh byuh byuh...doyan omong semua...wali kelasnya Bu. Indiah (Guru Sosiologi),beliau adalah benar-benar ibu yang sesungguhnya, and ga' ada duanya...sabar, kalem, berwibawa, selalu menguapayakan yang terbaik,pokoke ga' bisa diungkapkan dgn kata2...guru2nya yang ngajar asyik-asyik da pak nidji(Pak Eko), pak Zen, Bu Sum, Bu wiwit, Bu  Enik, Bu Herlina, Pak Ma'ruf, Bu Endang, Pak Darto, yang kurang lebih itu...yang paling seru waktu tu "senam" kalo dah senam wuih ga' ingat ma rumah,di kelas ja terus.....

Aq ikut kegiatan skul pramuka,tapi kata temen2 Qt pramuka gadungan(hwe hwe hwe) "komplotanQ-mama,Cuz,Arifin,Any dll"masih banyk lagi...hwe hwe hwe ,.,,tapi tiap kali camp kami selalu hadir dengan kebodohan dan "nekat"...and sedikit tekat sich...

my industry group

desain buatan ojobnya tyas,





regional economic

HUBUNGAN PERLUASAN PUSAT WILAYAH KOTA DAN STRATEGISASI JALUR TRANSPORTASI TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DI WILAYAH PINGGIRAN PERBATASAN
KECAMATAN KERTOSONO
Kukuh budiarto 

ABSTRAKSI
Menurut teori yang telah ada pada umumnya daerah pinggiran atau perbatasan memiliki pertumbuhan perekonomian yang relatif lambat, hal ini dikarenakan jauhnya aksesbilitas dan jarangnya sarana dan prasarana yang dimiliki. Fokus pada inti permasalahan yang terjadi di Kertosono tentang pengaruh dari perluasan pusat atau inti kota sehingga menyebabkan berubahnya pola perekonomian di Kertosono. Pada awalnya Kertosono merupakan daerah pinggiran perbatasan langsung dengan pinggiran kabupaten lainnya yang seharusnya memiliki petumbuhan perekonomian yang lambat. Namun, sekarang kondisi perekonomian yang ada di Kertosono menjadi pusat kegiatan dan pelayanan untuk area kecamatan di sekitarnya. Kertosono mampu mendongkrak perkonomiannya karena mampu menangkap kesempatan serta memanfaatkan adanya perluasan dari ketiga pusat wilayah. Ketiga pusat tersebut adalah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, dan yang memiliki pengaruh paling besar karena majunya wilayah tersebut adalah Kabupaten dan Kota Kediri. Sedangkan dari faktor eksternal, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan kota Kediri. Selanjutnya, Kertosono merupakan daerah pinggiran yang memiliki ciri-ciri sumber daya alam yang berupa lahan pertanian, namun lahan pertanian yang diusahakan kurang begitu diminati dan maju. Selain itu juga terdapat faktor yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian yaitu faktor sarana dan prasarana transportasi. Mulai dari intensitas kendaraan hingga jalan yang disediakan oleh pemerintah. Di Kertosono transportasi dan jalur transportasi merupakan sesuatu yang vital karena Kertosono merupakan jalur utama penghubung wilayah barat dan timur. jika ingin memajukan atau memperbaiki sektor perekonomian, dibutuhkan pula transportasi yang baik dan memiliki daya guna yang efisien.  
Teori Dasar 
Konsep Pengembangan Wilayah 
1. Sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). 
Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah. 
2. Sutami (era 1970-an) menyampaikan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.  
3. Ruslan Diwiryo (era 1980-an) memperkenalkan konsep Pola dan Struktur Ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. 
4. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Berdasarkan diatas, secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya. 
 Dengan berbagai teori dasar tentang Ekonomi Regional yang diungkapkan beberapa ahli di atas, maka dengan berorientasi pada salah satu teori tersebut diharapkan kita mampu untuk mengenali dan selanjutnya akan menjadi bahan sebagai pertimbangan langkah atau kebijakan apa yang tepat untuk meningkatkan potensi perekonomian di daerah Kertosono dan wilayah sekitarnya.







PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut teori yang telah ada pada umumnya daerah pinggiran atau perbatasan memiliki pertumbuhan perekonomian yang relatif lambat, hal ini dikarenakan jauhnya aksesbilitas dan jarangnya sarana dan prasarana yang dimiliki. Fokus pada inti permasalahan yang terjadi di Kertosono tentang pengaruh dari perluasan pusat atau inti kota sehingga menyebabkan berubahnya pola perekonomian di Kertosono. Pada awalnya Kertosono merupakan daerah pinggiran perbatasan langsung dengan pinggiran kabupaten lainnya yang seharusnya memiliki petumbuhan perekonomian yang lambat. Namun, sekarang kondisi perekonomian yang ada di Kertosono menjadi pusat kegiatan dan pelayanan untuk area kecamatan di sekitarnya. Kertosono mampu mendongkrak perkonomiannya karena mampu menangkap kesempatan serta memanfaatkan adanya perluasan dari ketiga pusat wilayah. Ketiga pusat tersebut adalah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, dan yang memiliki pengaruh paling besar karena majunya wilayah tersebut adalah Kabupaten dan Kota Kediri. Sedangkan dari faktor eksternal, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan kota Kediri. Selanjutnya, Kertosono merupakan daerah pinggiran yang memiliki ciri-ciri sumber daya alam yang berupa lahan pertanian, namun lahan pertanian yang diusahakan kurang begitu diminati dan maju. Selain itu juga terdapat faktor yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian yaitu faktor sarana dan prasarana transportasi. Mulai dari intensitas kendaraan hingga jalan yang disediakan oleh pemerintah. Di Kertosono transportasi dan jalur transportasi merupakan sesuatu yang vital karena Kertosono merupakan jalur utama penghubung wilayah barat dan timur. jika ingin memajukan atau memperbaiki sektor perekonomian, dibutuhkan pula transportasi yang baik dan memiliki daya guna yang efisien.  
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kabupaten Nganjuk dan Kertosono
Untuk mengetahui suatu potensi wilayah sebelumnya kita harus mengetahui kondisi dari wilayah tersebut, selain itu dengan menganalisa dari berbagai sudut pandang. Karena setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Salah satu kabupaten yang terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Timur adalah kabupaten Nganjuk, kabupaten ini sama sekali tidak mempunyai potensi kelautan karena wilayah ini diapit oleh beberapa perbukitan dan gunung, dan hanya dilewati oleh sungai.. Nganjuk memiliki luas daratan sekitar 1.224,34 km2, dengan didominasi oleh sektor persawahan dan kawasan hutan. Jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapai sebanyak 1.035.791 jiwa dan pertumbuhan penduduk Kabupaten Nganjuk rata-rata per tahun sebesar 0,4%. Karena wilayah daratannya didominasi areal persawahan dan kehutanan maka mayoritas penduduknya sebagian besar bergerak di bidang agrobisnis atau pertanian. 
 
























Kabupaten Nganjuk telah memiliki infrastruktur yang cukup memadai, meskipun tak sebaik dan secanggih yang dimiliki di kota besar lainnya. Wilayah Nganjuk memiliki daerah perbatasan sebelah timur yang berpotensi dan perekonomian di daerah ini cukup maju yaitu kecamatan Kertosono. Kertosono adalah sebuah kota kecil yang sangat strategis. Kota ini terletak di ujung timur Kabupaten Nganjuk yang secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Jombang. Karena posisinya yang cukup signifikan ini, maka tidaklah mengherankan jika tingkat perekonomian masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, Kertosono merupakan sebuah kota yang secara potensial dilirik untuk dikembangkan, juga termasuk pasar yang cukup menjanjikan bagi para produsen yang ingin memasarkan barang produksi mereka.Di sisi lain, karena perusahaan kurang dapat menjangkau konsumennya secara lebih signifikan karena terbentur pada rantai distribusi yang terlalu panjang, maka peran media komunikasi menjadi penting. Media komunikasi seperti televisi dan radio amat efektif untuk menjangkau ‘black box’ konsumen lewat caranya masing-masing.

PEMBAHASAN
PENGARUH STRATEGISASI JALUR TRANSPORTASI
 Jalur transportasi merupakan kunci utama dari maju atau tidaknya suatu wilayah, karena dengan adanya transportasi yang lancar mampu mempercepat pembangunan dan menciptakan keadilan perekonomian di masyarakat. Di Kertosono dahulu terdapat jembatan dan terminal bus yang letaknya sangat strategis dan banyak menghasilkan keuntungan bagi masyarakat sekitar. Penempatan antara jembatan dan terminal memang sudah diatur sedemikian rupa, yaitu diletakkan di tengah-tengah yang lokasinya mampu ditempuh dari berbagai lokasi lainnya dengan waktu yang relatif sama. Dengan demikian, perekonomian di Kecamatan Kertosono relatif maju. Sekarang telah dibangun jembatan yang baru yang lebih baik lagi, sedangkan jembatan yang lama sudah rusak dan tidak dapat di manfaatkan lagi. Dengan adanya jembatan yang baru ini, perekonomian Kertosono semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena akses yang diberikan oleh jembatan yang baru lebih cepat dan lebih efisien. Namun, dengan pindahnya jembatan yang lama ke jembatan yang baru mengakibatkan Terminal Bus Kertosono pun juga ikut di relokasi ke tempat yang lebih jauh dari permukiman penduduk. Sebenarnya menurut teori lokasi terminal yang baru ini telah ditempatkan pada lokasi yang sangat strategis, namun sampai sekarang fungsi dari terminal itu kurang dimanfaatkan secara optimal. Inilah sebenarnya masalah yang sangat pelik. Namun menurut teori Sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Dengan teori ini, kita dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi fenomena suatu wilayah. Kurang dimanfaatkannya Terminal Kertosono menurut teori ini adalah karena faktor sosial-ekonomi dan budaya yang menjadi faktor utama yang mempengaruhinya. Di Terminal Lama banyak sekali orang yang mau bepergian menuju kesini padahal letak dari terminal ini kurang begitu strategis tetapi masyarakat sudah terbiasa dengan keadaan ini. Namun, setelah Terminal baru dibangun Terminal Lama pun diubah menjadi sebuah pasar yang mengelompok atau sering disebut Pasar Niaga oleh masyarakat sekitar. Kurang dimanfaatkan Terminal Kertosono yang baru ini disebabkan karena masyarakat sudah terbiasa dengan lokasi Terminal yang lama dan budaya masyarakat itu sendiri. Di Kertosono terdapat stasiun kereta api. Stasiun ini cukup signifikan, karena meskipun kecil, hampir semua kereta api reguler berhenti di sini. Kereta api dari Surabaya dengan tujuan Kediri/Blitar harus langsir di Stasiun Kertosono
HUBUNGAN JALAN TOL DENGAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KERTOSONO
 Apakah dengan dilaluinya Jalan Tol akan semakin meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Kertosono? Dengan adanya rencana Pemerintah yang akan membangun Jalan Tol yang melewati wilayah Kertosono, karena Pemerintah memiliki sugesti ekspektasi yang positif terhadap investasi dan perdagangan di wilayah Kertosono dengan adanya Jalan Tol. Selain itu di Kertosono inilah titik pecahnya dua kawasan perekonomian di Jawa Timur. Yaitu dari Kertosono menuju ke selatan ada daerah Kediri, Tulungagung, Blitar Dkk, sedangkan Kertosono menuju barat ada daerah Madiun, Ngawi, Nganjuk, Dkk. Dengan adanya jalan tol diharapkan semakin memajukan perekonomian untuk wilayah Kertosono. Fungsi Jalan Tol mampu memberikan akses yang sangat cepat sehingga mampu mengefisienkan waktu sekaligus biaya transportasi. Selain itu Manfaat langsung bagi masyarakat dengan adanya jalan tol selain menyerap tenaga kerja, menggerakkan perekonomian dan proses produksi, meningkatkan potensi strategis bagi wilayah yang dilalui.


POLA INDUSTRI DAN UKM DI KERTOSONO
Industri yang berkembang di Kertosono relatif sedikit karena lokasi raw material yang jauh menyebabkan mahalnya biaya angkut ke perusahaan transformasi. Selain itu Perusahaan yang cukup maju di daerah ini adalah perusahaan yang berbasis pertanian. Misalnya saja Pabrik Gula PG. Lestari PTPN X, yang terletak di wilayah Kertosono bagian utara atau tepatnya di kawasan Patianrowo. Keadaan perekonomian di Patianrowo masih sejenis dengan keadaan perkonomian di Kertosono. Pabrik Gula Lestari merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda, namun kondisinya saat ini sering sekali mengalami kerusakan, hal ini disebabkan mesin yang digunakan sudah sangat tua dan hanya menjalani perawatan-perawatan saja. Sehingga out put yang dihasilkan tidak maksimal dan kurang efisien terhadap raw material yang tersedia. Pabrik Gula merupakan pabrik yang mengalami penyusutan out put (loss-weight) saat mengalami proses transformasi. Sehingga menurut teori Isard dirumuskan sebagai berikut WM/Wc > 1, dan menurut matriks yang berlaku peletakkan pabrik ini yang paling efisien terletak di daerah yang dekat dengan raw material yaitu dekat dengan perkebunan tebu agar biaya transformasi tidak terlampau tinggi. Selanjutnya di Kertosono itu sendiri juga terdapat pabrik kertas PT. JAYA KERTAS atau sering disebut PT. JAKER. Pabrik ini memperoleh raw material dari sekitar dengan memanfaatkan bahan daur ulang selain itu untuk menunjang kualitas juga mengambil bahan dari luar wilayah daerah tersebut. Keadaan industri di wilayah ini memang kurang begitu berpotensi namun setidaknya mampu mengurangi angka pengangguran. Namun kedua pabrik tersebut menyebabkan adanya eksternalitas negatif mulai dari pencemaran udara karena asap yang dikeluarkan pabrik saat berproduksi. Selain itu pencemaran terhadap air sungai yang berada di dekat pabrik PT. JAKER ini sangat menggangu komunitas perairan dan menimbulkan bau yang sangat tidak sedap. Namun, untuk Pabrik Gula Lestari, semua limbahnya dapat dimanfaatkan, dari air yang dimanfaatkan oleh para petani sekitar, sisa tebu sebagai bahan bakar alternatif dan gula yang pekat hitam sisa dari penyaringan dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk industri makanan dan sebagai makanan ternak. Di Kertosono yang lebih berpotensial untuk memajukan perekonomian di sektor industri adalah UKM (Usaha Kecil Menengah), di sini UKM sudah seperti tulang punggung pertumbuhan perekonomian selain sektor transportasi. Terdapat beberapa sentra yang menjadi unggulan wilayah ini. Diantaranya terdapat pabrik Tahu kelas Middle end dan pabrik kerupuk serta produksi rumah tangga lainnya. Oleh sebab itu pemerintah lokal dengan gencar memberikan sokongan baik secara materiil maupun secara spirituil kepada pengusaha kelas menengah ini. 

PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kabupaten Nganjuk, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Nganjuk. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Jombang di timur, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Ponorogo di selatan, serta Kabupaten Madiun di barat. Kabupaten Nganjuk terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Nganjuk. Nganjuk dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, serta menjadi persimpangan dengan jalur menuju Kediri. Nganjuk juga dilintasi jalur kereta api Surabaya/Malang-Yogyakarta-Bandung/Jakarta. Kertosono adalah sebuah kota kecil yang sangat strategis. Kota ini terletak di ujung timur Kabupaten Nganjuk yang secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Jombang. Karena posisinya yang cukup signifikan ini, maka tidaklah mengherankan jika tingkat perekonomian masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, Kertosono merupakan sebuah kota yang secara potensial dilirik untuk dikembangkan, juga termasuk pasar yang cukup menjanjikan bagi para produsen yang ingin memasarkan barang produksi mereka. 
Wilayah Kertosono inilah titik pecahnya dua kawasan perekonomian di Jawa Timur. Pengaruh dari perluasan pusat atau inti kota di tiga kawasan. Dari Kertosono menuju ke selatan mempunyai potensi yang luar biasa dengan dibangunnya sentra-sentra industri kecil di wilayah perbatasan, sedangkan Kertosono ke barat yang potensi pertaniannya sangat besar. Untuk memperlancar aksesbilitas maka pemerintah memiliki rencana pembangunan jalan tol. Jalan tol yang menghubungkan antara wilayah barat dan timur ini diharapkan mampu semakin mendongkrak pertumbuhan perekonomian, menyerap tenaga kerja, dan proses produksi, meningkatkan potensi strategis bagi wilayah yang dilaluinya.
Perindustrian di Kertosono kurang begitu mendukung dan dominan, mengingat wilayah ini merupakan wilayah pinggiran yang pada umumnya bergerak di sektor agraris. Namun, wilayah ini sangat berpotensi mengembangkan sector UKM (Usaha Kecil Menengah) dan industri rumah tangga karena dengan bantuan penataan dan pengelompokan (aglomerasi) ruang oleh pemerintah, sehingga lokasi-lokasi pemasarannya sudah dapat mengefisienkan biaya transportasi. 
Menurut saya, ikut andil pemerintah mempunyai peran yang sangat besar dalam menggerakkan perekonomian di Kertosono saat ini. Apalagi dengan adanya pembangunan Jalan Tol yang akan semakin mempercepat dan memperlancar aksesbilitas dan mobilitas baik di sector ekonomi maupun sector-sektor lainnya. Sedangkan untuk para investor, saya berharap untuk menanamkan modal atau investasi di Kertosono, baik itu di sector perdagangan maupun di sector lainnya. Sehingga pusat atau inti ini akan semakin meluas dan area pelayananannya pun juga akan semakin luas dan akan semakin meningkatkan perekonomian di wilayah sekitarnya.






economic development I

HUBUNGAN TIMBAL BALIK INDUSTRIALISASI DENGAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari oleh sebagian besar negara di dunia. Kemiskinan memang sangat sulit untuk dihindari, lihat saja negara maju maupun negara yang sedang berkembang saat ini sedang membahas dan memperdebatkan upaya memberantas adanya kemiskinan. Kemiskinan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, selain itu kemiskinan merupakan integrated concept dan dipilah secara garis besar menjadi 5 dimensi,Chamber (Nasikun,2001) yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan yang terakhir adalah 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun secara sosiologis.
Masyarakat miskin pada umumnya masih memegang kebudayaan yang sudah ada dan adat istiadat sangat erat dan sangat kental. Sehingga mereka sulit untuk merubah haluan mereka ke arah yang lain. Mereka masih percaya pada hal-hal yang irasional dan memiliki budaya konsumtif yang terlalu besar yang melebihi batas kemampuan(daya) ekonomi mereka. Dengan berpedoman pada kekentalan yang mereka miliki mengakibatkan modernisasi-industrialisasi akan sangat sulit masuk dan merubah kehidupan mereka.
Masyarakat miskin juga identik dengan ketidakberdayaan (powerless), hal ini tercermin dalam aplikasi kehidupan sehari-hari yang sering kita jumpai setiap kali kita melangkah. Misalnya, pada umumnya masyarakat miskin akan lebih banyak memperoleh bantuan-bantuan dari pemerintah namun mereka lemah secara hukum, hal inilah yang menjadi indikator bahwa kemiskinan sangat dekat dengan ketidakberdayaan. Selain itu mereka juga tidak berdaya menerima proses modernisasi-indutrialisasi yang sebenarnya membawa perubahan, baik perubahan ke arah positif maupun ke arah negatif.
 Menurut salah satu pakar, kemiskinan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: kemiskinan secara alamiah dan kemiskinan secara buatan. Kemiskinan secara alamiah tidak bisa dihindari karena disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat alamiah. Sedangkan kemiskinan secara buatan diakibatkan oleh cepatnya proses modernisasi yang menciptakan modernisasi-industrialisasi secara mendadak dan cepat.
Modernisasi-Industrialisasi sebenarnya memiliki tujuan yang mengarah ke kehidupan masyarakat yang lebih baik, karena dengan adanya industrialisasi maka produktifitas akan semakin efisien dan akan menghasilkan produksi yang melimpah dengan didukung faktor-faktor produksi yang memadai. Pada umumnya proses industrialisasi tidak lepas dari teknologi yang canggih. Teknologi pada hakikatnya adalah suatu peralatan atau perlengkapan yang diciptakan oleh manusia yang berfungsi untuk mempermudah pekerjaan manusia. Namun, lambat laun pemanfaatan teknologi ini mampu menggeser tenaga manusia meskipun tidak sepenuhnya semua tergantikan oleh teknologi.
Sebenarnya dengan adanya modernisasi yang mengusung industrialisasi akan membawa dampak yang positif dimasyarakat. Kesejahteraan masyarakat akan meningkat apabila industrialisasi mampu menciptakan pembangunan infrastruktur yang memadai dan lancar serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal. Namun, lain halnya jika modernisasi yang diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang tidak merata. Ini akan melahirkan kesenjangan sosial di masyarakat dan juga berdampak pada banyaknya daerah yang mengalami ketertinggalan, sehingga akan muncul bibit-bibit kemiskinan dan lambat laun akan berkembang dan terus berkembang dan pada akhirnya akan menimbulkan kemiskinan yang akut dan sulit untuk ditanggulangi. 
Selain permasalahan di atas, proses industrialisasi yang begitu cepat dan besar-besaran akan sangat berpengaruh bagi masyarakat yang sudah siap menerima perubahan dan ada yang belum siap sama sekali menerima perubahan ini, bagi yang sudah siap akan menikmati hasil dari industrialisasi dan akan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan dari hasil modernisasi-industrialisasi. Sedangkan bagi masyarakat kurang atau tidak siap menerima bentuk-bentuk modernisasi-industrialisasi akan semakin tertinggal dan pada ujungnya mereka akan jatuh pada lubang kemiskinan karena mereka tidak mampu mengakses dari hasil modernisasi-industrialisasi, sedangkan lahan yang biasa mereka manfaatkan telah berubah menjadi sebuah industri atau bangunan.
Pekerjaan merupakan variabel penting dengan asumsi mengenai kemiskinan yang didefinisikan sebagai kurangnya pendapatan yang mencukupi yang didapatkan dari pekerjaan seseorang untuk hidup layak, dalam perkembangan industrialisasi pekerjaan telah mengalami peralihan. sebelumnya yang berorientasi pada alam (agraris) menjadi ke perekonomian industri yang mengedepankan keahlian atau skill. Sedangkan masyarakat agraris belum memilikinya maka secara langsung maupun tidak langsung meskipun banyaknya lapangan pekerjaan karena adanya indutrialisasi, masyarakat agraris hanya bekerja di kelas paling bawah(kasar) karena keterbatasan yang mereka miliki dan juga akan meningkatkan jumlah angka pengangguran.
Industrialisasi akan banyak memberikan dampak bagi lingkungan yang hidup di dalamnya maupun disekitarnya, misalnya pabrik akan menghasilkan emisi dan limbah-limbah yang bermanfaat maupun yang tidak bermanfaat. Selain itu, perusahaan akan diuntungkan dengan adanya masyarakat miskin karena mereka akan menyediakan tenaga kerja yang murah untuk konstruksi pada berbagai kelas kegiatan dalam berproduksi.
Dengan berbagai masalah yang timbul akibat adanya industrialisasi terhadap masyarakat miskin. Saya dapat menyimpulkan bahwa dengan industrialisasi sebenarnya dapat mengurangi kemiskinan dengan jalan mengambil sebagian masyarakat miskin untuk dijadikan pekerja baik secara tetap maupun pekerja yang sifatnya hanya untuk sementara atau musiman. Karena tadi sudah dijelaskan bahwa masyarakat miskin akan mendapatkan pendapatan yang relatif kecil karena mereka memiliki skill yang kurang memadai. Dan untuk pemerintah sebaiknya disediakan layanan yang benar-benar hanya untuk masyarakat miskin, karena saat ini kebanyakan bantuan-bantuan yang berasal dari pajak perusahaan(industri) yang disalurkan tidak pada sasarannya atau salah sasaran.
Sebenarnya program-program atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pemerintah yang bekerjasama dengan perusahaan yang menghasilkan eksternalitas negatif(misalnya pabrik rokok) untuk menanggulangi kemiskinan sudah baik, hanya saja cara penyalurannya saja yang masih berbelit-belit sehingga masyarakat akan malas untuk mengurusi bantuan tersebut.
Prosedur untuk mencari bantuan tersebut juga sangat selektif, sebenarnya ini sangat baik untuk mencari calon penerima yang benar-benar berkompeten dan layak untuk menerima bantuan ini, bantuan ini antara lain adalah beasiswa. Dengan adanya beasiswa ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan SDM untuk mengolah SDA yang tersedia di Indonesia.
Masuknya industrialisasi setidaknya mengubah kultur, tranformasi, dari struktur agraris menjadi industri, seharusnya industri mempersiapkan kapasitas masyarakat terlebih dahulu mulai dari relokasi, melakukan pelatihan, pengembangan SDM, sehingga saat industri mulai berdiri akan mampu menyerap tenaga kerja lokal, Sejauh mana strategi industrialisasi mampu dijalankan akan ditentukan oleh kemampuan pembiayaan, dukungan sumber daya manusia, serta mobilisasi politik dan pengembangan budaya produktif sebagai aspek non ekonomis terpenting. 
Untuk masyarakat yang sulit menerima adanya industrialisasi maka mereka dibiarkan dalam sektor pertanian dan memajukan tenaga produktif pertanian dengan cara: a) mengalokasikan kredit yang memadai dengan jaminan oleh pemerintah dan bunga rendah kepada petani melalui bank pertanian; b) mobilisasi potensi seluruh lembaga riset pertanian untuk mengembangkan teknologi pertanian yang sesuai dengan karakter geografis dan sosial-budaya Indonesia. Pengembangan tersebut meliputi masalah pembibitan, mekanisasi proses tanam dan panen, pengairan, listrik, serta infrastruktur lainnya; c) mendorong terbangunnya contoh pertanian kolektif dengan pengolahan lahan bersama serta penerapan teknologi yang lebih maju. Penggarapan ini dilakukan secara demokratis dengan melibatkan petani dalam mengambil keputusan, baik saat proses produksi maupun pemasaran; d) mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian dalam setiap batasan tertentu sesuai dengan komoditi pertanian yang diproduksi. Perlu dijelaskan, program teknologisasi pertanian ini tidak akan menciptakan pengangguran baru, sebaliknya akan membuka lapangan kerja. Karena dari setiap pengembangan tenaga produktif akan membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru.

economic development II

Teori Pembangunan Adam Smith

Adam Smith meyakini berlakunya doktrin hukum alam dalam persoalan ekonomi. Ia menganggap setiap orang sebagai hakim yang paling tahu akan kepentingannya sendiri yang sebaiknya dibiarkan bebas mengejar kepentingannya itu demi keuntungannya sendiri. Dalam mengembangkan kepentingan pribadinya itu, orang akan memerlukan barang-barang keperluan hidupnya sehari-hari. 
Pembagian kerja adalah titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith, yang meningkatkan daya produktivitas tenaga kerja. Ia menghubungkan kenaikan itu dengan meningkatnya keterampilan pekerja, penghematan waktu dalam memproduksi barang, dan penemuan mesin yang sangat menghemat tenaga.
Adam Smith menekankan, pemupukan modal harus dilakukan lebih dahulu daripada pembagian kerja. “Modal suatu bangsa meningkat dengan cara yang sama seperti meningkatnya modal perorangan yaitu dengan jalan memupuk dan menambah secara terus-menerus tabungan yang mereka sisihkan dari pendapatan“. Smith yakin bahwa dalam kondisi yang stasioner, tingkat upah akan jatuh sampai ke tingkat yang hanya cukup untuk hidup, sedangkan dalam periode pemupukan modal yang cepat tingkat upah naik melebihi tingkat kebutuhan hidup tersebut. Seberapa jauh upah naik tergantung pada tingkat pemupukan modal dan tingkat pertumbuhan penduduk.
Menurut Smith, investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi hari ini dan pada keuntungan nyata. Persaingan antarwiraswastawan atau pengusaha dalam mendapatkan tenaga kerja yan langka cenderung menawarkan upah yang tinggi dan karena itu meurunkan keuntungan. 
Mengenai peranan tingkat suku bunga dalam pembangunan ekonomi, Smith menulis bahwa dengan adanya penigkatan kemakmuran, kemajuan dan jumlah penduduk, tingkat suku bunga akan menurun, dan akibatnya persediaan moal akan membengkak. Namun tingkat suku bunga menurun, akhirnya terdapat juga peningkatan pemupukan modal dan kemajuan ekonomi. Menurut Smith, para petani, produsen, dan pengusaha merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Adalah perdagangan bebas dan persaingan, yang mendorong mereka memperluas pasar, yang pada gilirannya memungkinkan pembangunan ekonomi. Fungsi ketiga agen itu saling berkaitan erat.
Smith berangkat dari asumsi bahwa suatu kelompok sosial (suatu bangsa) akan mengalami laju pertumbuhan ekonomi tertentu yang tercipta karena naiknya jumlah mereka dan melalui tabungan. Ini mendorong “meluasnya pasar” yang pada gilirannya meningkatkan pembagian kerja dan dengan demikian meningkatkan produktivitas. Proses pertumbuhan ini bersifat kumulatif. Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di bidang pertanian, industri manufaktur, dan perniagaan, kemakmuran itu akan menarik kepemupukan modal, kemajuan teknik, meningkatnya penduduk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan keuntungan secara terus-menerus yang disebut Smith sebagai situasi progresif. Namun, kelangkaan sumber daya pada akhirnya memberhetikan pertumbuhan. 

Suatu Penilaian Kritis
 Teori Smith memberikan sumbangan yang besar dalam menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi terjadi dan faktor-faktor serta kebijaksanaan apa yang menghambatnya. Di samping itu, teori Smith memiliki kelemahan tertentu antara lain:
1. Pembagian masyarakat secara lugas. 
2. Alasan yang tidak adil bagi kegiatan menabung.
3. Asumsi yang tidak realistis tentang persaingan sempurna.
4. Pengabaian wiraswasta atau pengusaha.
5. Asumsi yang tidak realistis tentang keadaan stasioner.

Penerapan Teori Smith Pada Negara Terbelakang
 Teori pembangunan ekonomi Smith mempunyai kebenaran yang terbatas bagi negara terbelakang. Dalam ekonomi serupa ini tingkat pendapatan nyata adalah rendah di negara terbelakang, tetapi kecenderungan berkonsumsi sangat tinggi, dan setiap kenaikan pendapatan dihabiskan bagi barang-barang makanan. Sedikit saja ditabung atau diinvestasikan. Volume pada produksi tetap pada tingkat yang rendah. Sebagai akibatnya luas pasar akan tetap kecil. Ditambah lagi asumsi politis, sosial, dan kelembagaan yang mendasari teori Smith tidak bisa diterapkan pada keadaan yang berlaku di negara terbelakang. Pembangunan menjadi mungkin melalui campur tangan pemerintah daripada melalui kebijaksanaan pasar bebas. 
Namun demikian, teori pembangunan ekonomi Smith menunjukkan faktor-faktor tertentu yang bermanfaat dalam proses pembangunan bagi negara terbelakang. Para peteni, pedagang, dan produsen tiga agen pertumbuhan yang disebut Smith dapat menolong pengembangan perekonomian dengan meningkatkan produktivitas dalam bidang masing-masing. Peranan tabungan merupakan faktor yang penting sekali bagi pembentukan modal di negara terbelakang. Selanjutnya penekanannya pada teknologi unggul, pembagian kerja, dan perluasan pasar dalm proses pembangunan telah menjadi landasan kebijaksanaan dalam negara terbelakang. 













Teori Schumpeter

 Joseph Allois Schumpeter pertamakali mengemukakan teori pertumbuhan ekonominya dalam buku Theory of Economic Development yang terbit di Jerman pada tahun 1911, yang kemudian diuraiakn dan direvisi dalam Business cycles Capitalism Socialis, and Democracy tanpa mengalami perubahan penting.
 Schumpeter mengasumsikan bahwa adanya perekonomian yang berada pada keseimbangan mantap dalam persaingan sempurna yaitu: tidak ada laba, suku bunga, tabungan, investasi, dan pengangguran terpaksa. Keseimbangan ini disebut Schumpeter “arus sirkuler”. Arus sirkuler adalah suatu aliran yang hidup dari sumber tenaga buruh dan pertanian yang mengalir secara terus-menerus, dan aliran tersebut mengalir pada setiap periode ekonomi ke dalam pendapatan, untuk dialihkan ke dalam pemuasan keinginan. Menurut Schumpeter, pembangunan adalah perubahan yang spontan dan terputus-putus pada saluran-saluran arus sirkuler tersebut, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya. Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi baru yabg didalamnbya terkandungberbagai kemungkinan yang ada dalam keadaan mantap. Kombinasi baru ini muncul dalam bentuk inovasi. 
Inovasi terdiri dari: pengenalan barang baru, pengenalan metode produksi baru, pembukaan pasar baru, penggunaan sumber penawaran baru barang mentah atau barang semi manufaktur, dan pembentukan organisasi baru pada setiap industri seperti penciptaan monopoli. Menurut Schumpeter, pengenalan produk baru dan perbaikan terus-menerus pada produk inilah yang membawa kepada pembangunan. Schumpeter memberikan peranan inovator tidak kepada kapitalis tetapi kepada pengusaha. Pengusaha didorong oleh: keinginan untuk mendirikan kerajaan bisnis swasta, keinginan untuk meguasai dan membuktikan superioritasnya, dan kesenangan membuat, mendapatkan sesuatu atau sekedar menyalurkan kepintaran dan tenaga seseorang. Untuk menjalankan fungsi ekonominya pengusaha memerlukan dua hal, yaitu: adanya pengetahuan teknologi dalam rangka memproduksi barang-barang baru dan kemampuan mengatur faktor-faktor produksi dalam bentuk modal pinjaman. Karena modal pinjaman penting untuk memulai pembangunan. 
Model Schumpeter berawal dengan pemutusan arus sirkuler melalui inovasi dalam wujud produk baru oleh seorang pengusaha guna memeperoleh laba. Penyebaran suatu informasi tidak pernah mencapai 100%.


Kurva di atas menggambarkan bahwa pada awalnya perusahaan melakukan inovasi secara pelan-pelan kemudian setelah itu pelaksanaan inovasi mencapai momentumnya. Tetapi pelaksanaan oleh perusahaan tersebut tidak pernah mencapai 100%. Pada gambar tersebut prosentase perusahaan yang melakukan inovasi tertentu ditunjukkan dengan sumbu vertikal. Sedangkan unsur waktu ditunjukkan dengan sumbu horizontal.
Proses siklis. Investasi diasumsikan dibiayai dengan pengadaan kredit bank maka investasi menaikkan pendapatan uang dan harga serta membantu menciptakan ekspansi kumulatif di seluruh perekonomian. Dengan meningkatnya daya beli konsumen, permintaan atas produk industri tua meningkat dibanding penawarannya. Secara singkat, pengusaha merupakan tokoh kunci dan gerakan siklis merupakan biaya pembangunan ekonomi di bawah kapitalisme di dalam analisa Schumpeter.
Proses berakhirnya kapitalisme. Sistem kapitalisme yang melandaskan dirinya pada sikap rasional, skeptis, dan ingin tahu akan merusak inovator pengusaha. Akibatnya muncul tiga tekanan yang merupakan awal dari kematian kapitalisme secara perlahan, yaitu: kemerosotan fungsi kewiraswastaan, kehancuran keluarga borjuis, dan kerusakan kerangka kelembagaan masyarakat kapitalis. 

Kritik Terhadap Teori Schumpeter 
Teori Schumpeter penuh dengan pemikiran dan wawasan yang cemerlang dari seorang teritisi besar yang patut disejajarkan sebagai suatu karya besar dan karya ahli ekonomi besar, namun tidak berarti lepas dari kritik antara lain:
1. Keseluruhan teori Schumpeter didasarkan pada inovator yang dianggapnya sebagai pribdi yang ideal. 
2. Pembangunan ekonomi adalah akibat dari proses siklis.
3. Perubahan siklis merupakan akibat inovasi yang tidak benar.
4. Inovasi sebagai sebab utama pembangunan ekonomi.
5. Teorinya terlalu banyak menekankan pentingnya kredit bank.
6. Proses peralihan dari kapitalisme ke sosialisme tidak benar.

Analisa Schumpeter
Kemungkinan penerapan teori Schumpeter pada negara terbelakang begitu terbatas, sebagai berikut:
1. Perbedaan tatanan sosio-ekonomi.
2. Kurangnya kewiraswastaan.
3. Tidak dapat diterapkan pada negara sosialis.
4. Tidak dapat diterapkan pada ekonomi campuran.
5. Yang dibutuhkan adalah perubahan kelembagaan dan bukan inovasi.
6. Asimilasi inovasi.
7. Pengabaian konsumsi.
8. Pengabaian tabungan.
9. Pengabaian pengaruh eksternal.
10. Pengabaian pertumbuhan penduduk.
11. Penjelasan yang tidak memuaskan mengenai tekanan inflasi.


Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi Menurut Rostow

Profesor W.W. Rostow memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat tinggal landas, tinggal landas, dewasa (maturity), dan masa konsumsi massal.
Masyarakat tradisional. Diartikan sebagai suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di sepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu dan teknologi pra-Newton dan sebagai hasil pandangan pra-Newton terhadap dunia fisika. Ini berarti sama sekali tidak terjadi perubahan ekonomi. Struktur sosial masyarakat tradisional bersifat berjenjang, hubungan darah, dan kelurga memainkan peranan yang menentukan. Lebih dari 75% penduduk yang bekerja bergerak di bidang pertanian dan menjadi sumber utama pendapatan negara dan para bangsawan. Hasilnya dihamburkan untuk pembangunan candi atau monumen lain, pesta penguburan dan perkawinan, atau untuk perang.  
Prasyarat tinggal landas. Tahap kedua ini merupakan masa transisi dimana prasyarat-prasyarat pertumbuhan swadaya dibangun atau diciptakan. Prasyarat tinggal landas didorong oleh kekuatan: renaissance atau era pencerahan, kerajaan baru, dunia baru, dan agama baru atau reformasi. Kekuatan ini menempatkan penalaran dan ketidakpercayaan sebagai pengganti kepercayaan dan kewenangan yang akhirnya mengakhiri feodalisme dan membawa kebangkitan kebangsaan. Prasyarat tersebut muncul tidak dari dalam tetapi merupakan desakan dari luar. 
Bagaimanapun, proses penciptaan prasyarat tinggal landas dari masyarakat tradisional berjalan menurut arah suatu gagasan kemajuan ekonomi bukanlah suatu hal yang mustahil yang menjadi syarat penting untuk kehidupan yang lebih baik. Pendidikan, meluas dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern yang mau bekerja keras memasuki sektor ekonomi swasta, pemerintah atau keduanya. Manusia baru yang bersefia menggalakkan tabungan dan mengambil resiko dalam mengejar keuntungan modernisasi, bank dan lembaga lain bermunculan untuk mengerahkan modal. Investasi meningkat, distribusi ekonomi, dan transportasi menjadi daya tarik ekonomis perdagangan ke dalam dan ke luar. Munculnya perusahaan manufaktur yang menggunakan metode baru. Prasyarat untuk mempertahankan industrialisasi memerlukan perubahan radikal pada tiga sektor non-industri: perluasan modal overhead sosial (bidang transport), revolusi teknologi bidang pertanian, dan perluasan impor. 
Hakikat masa peralihan dapat digambarkan sebagai kenaikan investasi ke suatu tingkat yang secara teratur, mendasar dan nyata-nyata melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Peranan faktor sosial dan politis juga mempengaruhi dalam penciptaan pra kondisi tersebut. Selanjutnya Nasionalisme reaktif, yaitu reaksi malawan ketakutan akan dominasi asing, berfungsi sebagai kekuatan potensial di dalam melahirkan masa transisi tersebut. 
Tinggal landas. Rostow mendefinisikan tinggal landas sebagai revolusi industri yang bertalian secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang dalam jangka waktu relatif singkat menimbulkan konsekuensi ynag menentukan. Periode tinggal landas kira-kira memakan waktu dua dasawarsa. Syarat tinggal landas: kenaikan laju investasi prosuktif, misalnya dari 5 persen atau kurang ke lebih dari 10 persen dari pendapatan nasional atau produk nasional netto; perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi; hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern tersebut dan memberikan daya dorong pada pertumbuhan.
Tingkat investasi netto melebihi 10% dari pendapatan nasional, salah satu kondisi penting bagi tinggal landas adalah kenaikan out put per kapita harus melebihi tingkat pertumbuhan penduduk, demi memperthankan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi di dalam perekonmian. Perkembangan sektor penting. Syarat lain antara lain perkembangan salah satu atau beberapa sektor penting di dalam perekonomian. Pada umumnya terdapat 3 sekor penting dalam suatu perekonomian yaitu: sektor pertumbuhan primer, sektor pertumbuhan suplementer, sektor pertumbuhan turunan. Kerangka Budaya yang mendorong ekspansi di sektor. Munculnya kerangka budaya yang mendorong ekspansi di sektor modern. Syarat penting untuk ini ialah kemampuan perekonomian untuk menggalakkan lebih besar tabungan dari pendapatan yang bertambah tadi guna meningkatkan permintaan efektif terhadap terhadap barang-barang pabrik dan kemampuan untuk menciptakan ekonomi eksternal melalui ekspansi sektor-sektor penting.
  











Grafik Tahap lepas landas
Penggambaran KoYo dan K1Y1 sejajar karena menunjukkan rasio yang konstan. Semula pada masa pra tinggal kurva tabungan mendatar dan kurva modal out put yang sangat curam. Selanjutnya pada tahap tinggal landas saat investasi 0I1 terjadi sebagian rangsang utama mendorong pertumbuhan modal produktif tersebut lebih cepat lagi sehingga out modal turun ke T1 Y2. namun investasi akan naik.
Dorongan menuju kedewasaan. Rostow mendefinisikan sebagai tahap ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumberdaya mereka. Hal ini merupakan swadaya jangka panjang yang merentang melebihi empat dasawarsa. Dalam keadaan ini perekonomian mampu menahan goncangan yang tak terduga. Pada suatu negara berada pada tahap kedewasaan teknologi terdapat tiga perubahan penting yang terjadi: sifat tenaga kerja berubah menjadi terdidik; watak para pengusaha berubah menjadi manajer efisien yang halus dan sopan; masyarakat mulai bosan dengan keajaiban industrialisasi dan menginginkan sesuatu yang baru menuju perubahan lebih jauh.
Era konsumsi massa besar-besaran. Abad konsumsi besar-besaran ditandai dengan migrasi ke pinggiran kota serta pemakaian barang-barang yang tahan lama. Keseimbangan perhatian masyarakat beralih dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas. Terdapat tiga kekuatan yang cenderung meningkatkan kesejahteraan dalam tahap purna-dewasa ini: penerapan kebijaksanaan nasional guna meningkatkan kekuasaan dan pengaruh melampaui batas-batas nasional; pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif; keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor penting seperti infrastruktur lainnya. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial, membawa ke laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. 

Kritik Terhadap Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi
Mempertahankan pendapat bahwa setiap perekonomian mengikuti jalur perkembangan yang sama dengan masa silam yang sama dan masa depan yang sama adalah terlalu mensistematisasikan kekuatan-kekuatan pembangunan yang sebenarnya bersifat kompleks dan terlalu menggeneralisasikan urut-urutan tahap-tahap tersebut secara tak beralasan: 
1. Masyarakat tradisional tidak perlu bagi perkembangan.
2. Pra-kondisi mungkin tidak mendahului tinggal landas.
3. Tumpang tindih tahapan.
4. Kritik terhadap tinggal landas: jadwal tinggal landas tersebut meragukan, dan kemungkinan kegagalan tidak diperhitungkan yang selanjutnya kondisi yang tinggal landas itu sendiri tanpa cacat antara lain: tingkat pertumbuhan investasi adalah arbiter, beberapa industri tertentu mungkin bukan industri utama, adanya perbedaan pertama dan kedua yang sangat kecil.
5. Tahap pendorong menuju kedewasaan menyesatkan dan membingungkan.
6. Tahap konsumsi massal: tidak kronologis.

Keterbatasan dan Pentingnya Tinggal Landas bagi Negara Terbelakang
Arti konsep tinggal landas secara ideal cocok untuk industrialisasi negara terbelakang. Dari sisi negara terbelakang , tinggal landas mempunyai keterbatasan berikut: rasio modal-output tidak konstan, penghapusan pengangguran tidak dipertimbangkan, unsur dua makna, pembangunan ekonomi tidak spontan, dan yang terakhir yaitu konsep penerbangan tidak tepat. 

Sabtu, 27 September 2008

my blog

my blogg...